Terbelahnya Laut Merah oleh Nabi Musa AS: Keajaiban atau Fenomena Alam?

Posted: 1 Februari 2010 in RELIGI ISLAM

Tanggal 10 Muharram adalah momen penting dalam penanggalan di dunia muslim. Kaum muslimin memperingatinya sebagai Hari Asyura. Hari yang diyakini sebagai saat dimana Allah SWT memberikan mukjizat kepada rasul-rasul pilihan-Nya. Dari sekian peristiwa penting dalam Hari Asyura yang peringati, salahsatunya adalah peristiwa ketika Nabi Musa AS dan kaum Israil meloloskan diri dari kejaran balatentara Fir’aun melalui sebuah peristiwa yang menakjubkan. Yaitu, pelarian Nabi Musa AS dan kaumnya menyebrangi Laut Merah yang terbelah, menuju Gurun Sinai dan kemudian ke menetap di The Promised Land. Peristiwa ini juga dikenal dengan nama The Exodus. Peristiwa terbelahnya Laut Merah merupakan peristiwa yang luar biasa. Hal ini merupakan mukjizat dari Nabi Musa AS yang tentu kita percayai sebagai bagian dari iman. Namun, peristiwa mukizat tersebut juga ternyata dapat dipahami dan dijelaskan dari perspekstif sains.

Asumsi yang bisa dijadikan dasar adalah bahwa segala peristiwa yang Allah SWT berikan kemuliaan (miracle) sebenarnya tidak akan pernah lepas dari proses alam yang mahakompleks sebagai bagian dari sunnatullah. Ketika itu terjadi, peristiwanya bisa dijelaskan dalam berbagai teori sains, namun momentum dan tempat terjadinya merupakan mukjizat yang Allah SWT sendiri berikan khusus bagi hamba yang dikehendaki-Nya.

Modelling of The Hidrodynamic Situation

Dengan menggunakan persamaan differential matematika, dua peneliti Rusia berupaya membuat pemodelan tentang kondisi ketika gelombang laut terpisah (Stolyarova, 2004). Nauman Volzinger dan Alexei Androsov mendasarkan pemodelan mereka dengan keterangan-keterangan di Kitab Old Testament dan Torah, termasuk keterangan bahwa pada saat itu terdapat gugusan karang yang jaraknya dekat dengan permukaan laut.

Dalam pemodelan hidrodinamik, mereka mengadakan simulasi mengenai berapa kecepatan angin dan kekuatan badai yang dibutuhkan agar gugusan karang tersebut kering. Selain itu, juga mereka mensimulasi berapa lama gugusan karang tersebut akan kering dan kapan air laut akan kembali menutupinya (Volzinger and Androsov,2002).

Hasilnya adalah jika angin timur bertiup sepanjang malam dengan kecepatan 30 meter per detik, maka gugusan karang tersebut akan kering. Dalam keadaan ini, untuk menyebrangi 7 km gugusan karang, Kaum Israil yang sebanyak 600.000 orang membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Air laut kembali menutupi gugusan karang setelah 4,5 jam. Jadi bisa diartikan bahwa selama 4,5 jam gugusan karang masih kering.

Penelitian Volzinger dan Androsov telah dipublikasikan di the Bulletin of the Russian Academy of Sciences tahun 2002.

Bagaimanakah kecepatan angin 30 meter per detik itu. Kecepatan 30 m per detik berarti 108 km/jam. Dalam skala Beaufort, kecepatan angin 108 km/jam sudah dapat dimasukkan dalam kategori badai yang minimal mencapai skala 10 dengan kecepatan diatas 89 km/jam dan dalam durasi 12 -1200 jam. Kecepatan 108 km/jam ternyata masih di bawah kecepatan minimal Tropical Cyclone (Hurrycane) yang mencapai 118 km/jam, atau masih lebih kecil dari kecepatan “Tornado” (177 km/jam).

Penelitian Volzinger dan Androsov (2002) mungkin dapat memprediksi karakteristik hidrodinamika yang terjadi pada saat Nabi Musa AS menyeberangi Laut Merah. Kesimpulan mereka, berdasarkan pemodelan numerik berbasis persamaan differential matematika, peristiwa luar biasa itu dimungkinkan. Namun, pertanyaan yang bisa dikemukakan kemudian adalah apakah peristiwa Laut Merah terbelah bisa terulang kembali. Volzinger dan Androsov menyatakan bahwa gugusan karang laut yang ada sekarang telah bergeser jauh dari permukaan laut. Jadi tidak lagi memungkinkan (Stolyarova, 2004).

Akan tetapi, Volzinger dan Androsov (2002) tidak menjelaskan berapa ketinggian gelombang yang terjadi akibat hembusan angin 108 km/jam. Padahal, dalam Qur’an disebutkan bahwa ketika Laut itu terpisah, terjadi dinding gelombang setinggi bukit (Asy-Syuara:65). Dan patut dicatat, mengenai lokasi gugusan karang juga perlu diverifikasi. Hingga kini, lokasi dimana Nabi Musa AS menyeberangi laut Merah juga masih dalam perdebatan para arkeolog. Pertanyaan lain yang bisa timbul adalah apakah angin 108 km/jam memungkinkan manusia untuk berlari sejauh 7 km. Dan apakah dalam beberapa dokumen sejarah, memang terjadi angin sekuat itu? Dalam kitab Eksodus Cuma hanya dikatakan pada saat itu terjadi kolom-kolom awan dan kilat. Apakah ini memiliki kemiripan dengan Tornado atau tanda-tanda badai?

Tempat terjadinya pelarian Nabi Musa AS ketika exodus dapat dipelajari dari Exodus 14:2, yakni tempat antara Pi-Hahiroth atau Migdol dan Baal-zephon. Tiga tempat ini belum diketahui secara pasti. Namun banyak yang percaya bahwa tempat itu berada disekitar Reed Sea (bukan Red Sea), sebelah utara Teluk Aqaba.

Beberapa teori yang mengatakan bahwa tempat tersebut ada di sekitar Sabhat al Bardawil (sebuah lagoon di utara Semenanjung Sinai). Di dalam peta terlihat, bahwa ada celah sempit antara pantai Mesir dan Arab Saudi, di sekitar Teluk Aqaba yang diyakini merupakan crossing place Nabi Musa AS. Hal ini diperkuat dari morfologi 3D dasar lautan disekitar Teluk Aqaba. Terdapat dataran yang relatif lebih dangkal  dibandingan pada daerah yang lain yang lebih curam dan dalam. Mungkin ini yang dimaksud dalam Kitab Taurat sebagai daerah karang yang dangkal.

Fakta ini membuat Teori Nauman dan Androsov (2002) dapat dibenarkan. Selain itu di lokasi ditemukan juga fakta arkeologi berupa roda Chariot (kendaraan Perang semasa Fir’aun) oleh Ron Wyatt dan Jonathan Gray. Meskipun masih disangsikan oleh Richard Rives (Kovacs,2003). Roda tersebut sempat diukur usianya melalui radiasi karbon. Nassif Mohammed Hassan menyatakan roda tersebut berasal dari dinasti ke-18 Kerajaan Mesir Kuno, atau dengan kata lain roda ini pernah digunakan sekitar 1400 SM.

Lokasi crossing Musa AS di sekitar Teluk Aqaba juga dibenarkan oleh Colin Humpreys, seorang fisikawan dari Cambridge University dalam Bukunya The Miracle of Exodus. Humpreys juga menyakini bahwa tempat Nabi Musa AS menerima Ten Commandments masih berada di Mount Sinai yang sekarang disebut Jabal El Musa, di daerah Arab Saudi sekarang.

Volcanic Eruption Santorini dan Tsunami

Teori yang kedua adalah tsunami sebagai penyebab laut merah terbelah. Letusan vulkanik yang dahsyat pernah terjadi di daerah Santorini, sebuah pulau di Yunani Kuno, 500 mil utara Delta Sungai Nil. Letusan terjadi diperkirakan terjadi pada 1600 SM.

Dalam simulasi komputer yang dilakukan oleh Floyd Mc Coy (dimuat dalam BBC-One tahun 2002), letusan Santorini dan kolapsnya sebuah pulau dapat menjadi trigger bagi terjadinya mega-tsunami berupa gelombang setinggi 600 feet atau sekitar 200 meter, bergerak dengan kecepatan 400 mil per jam. Floyd Mc Coy, ahli tsunami mengatakan bahwa tsunami-lah yang menyebabkan kehancuran dasar laut Mediterrania. Computer modelling Mc Coy membuktikan bahwa sedimen hasil gelombang tsunami Santorini telah mampu mencapai delta Sungai Nil.

Pertanyaanya adalah dapatkah tsunami mengeringkan dasar laut? Floyd McCOy menyatakan bahwa sebuah mega tsunami dapat menyerap triyunan gallon air dari pesisir pantai berikut sungai dan danau disekitarnya. Hasilnya, daerah pesisir bisa kering selama 2 jam.

Tsunami di Mindoro Filipina 1994 juga pernah mengeringkan dasar danau. Ketika itu, di Mindoro terjadi Gempa bumi yang menciptakan retakan yang sangat besar di dasar danau sepanjang kira-kira 1 mil. Air di danau kemudian terhisap ke dalam retakan tersebut. Danau pun menjad kering, hingga seorang saksi mata dapat berjalan di atasnya. Kemudian tsunami datang dan menyapu sebuah kapal berbobot 6000 ton. Patut dicatat, Kekuatan tsunami Mindoro sangat jauh di bawah tsunami Santorini.

Pertanyaan selanjutnya, apakah benar tsunami Santorini benar-benar terjadi pada waktu Nabi Musa AS menyebrangi Laut Merah?  Cameron dan Simcha Jacobovici, produser film dari Kanada mengklaim bahwa letusan Thera benar-benar terjadi persis ketika Musa AS membelah laut Reed. Mereka percaya bahwa letusan ini juga menjadi penyebab dari The 10 Plagues sebagaimana di nukilkan di Bible.

Mengenai The 10 plagues,seorang Epidemiologist, Dr. John Marr percaya bahwa letusan Thera-lah yang menjadi penyebabnya berdasarkan kasus serupa ketika St Helena meletus  pada 17 Mei 1980 (BBC One, 2002). Menurutnya, debu vulkanik bisa menjadi penyebab berbiaknya jamur beracun di Sungai Nil. Daniel Stanley, seorang oceanographer, melakukan pengeboran sampel di delta Sungai Nil. Ia mendapatkan debut-debu vulkanik berkaitan dengan letusan.  Mike Rampino, seorang ilmuwan dari New York University membuat simulasi komputer untuk melihat bagaimana efek dari Letusan Thera. Didapatkan bahwa telah terjadi perubahan cuaca yang signifkan, temperatur turun sekitar 2o celcius. Curah hujan berkurang. Proses ini menjadi mata rantai dari turun drastinya ekologi sungai Nil ketika itu  dan tentunya bisa jadi akan menimbulkan wabah penyakit.

Selain the Plagues, dari Bible diceritakan bahwa ketika Musa AS memimpin eksodus, Tuhan mengarahkankannya dari asap di waktu siang dan api di waktu malam. Menurut beberapa ilmuwan, ini bisa diperkirakan sabagai kolom asap dan kilat dari letusan Thera.

Namun dari hasil radio karbon pengukuran letusan Thera, dipastikan letusan terjadi sekitar 1600 SM, berbeda 150 tahun dari perisitiwa Exodus Nabi Musa AS yang diperkirakan sekitar 1450 SM (Bennet, 1963). Kesimpulan ini juga didukung oleh La Moreaux (1995), dan Phillips, G (2003). Selain itu, dari kronologi peristiwa, jelas ada kerancuan antara kapan terjadinya the Plagues, Letusan Thera, dan the Exodus.

Kesimpulan

Terbelahnya lautan dalam proses kejadian Nabi Musa AS memimpin eksodus kaum Israil dari kejaran balatentara Fir’aun dapat dijelaskan melalui sains, paling tidak sebagai pendekatan untuk memahami bagaimana Allah SWT tetap menjaga mahakompleksnya alam semesta dan memberikan keistimewaan kepada hamba yang dikehendakinya. Harun Yahya mengatakan bahwa Jika Allah SWT menghendaki, keajaiban bisa saja terjadi jika kondisinya memungkinkan yang dalam kasus Nabi Musa AS, dimana kecepatan angin, waktu dan tempat mendukung proses terjadinya.

Keajaiban dalam peristiwa ini adalah kejadian laut mengering tepat terjadi ketika Nabi Musa AS dikejar-kejar Fir’aun. Ketika itu, pengikut Nabi Musa sudah yakin mereka akan dapat terkejar, kemudian Nabi Musa AS menjawab “Tidak, Allah bersama kita dan akan memberi petunjuk bagi kita (Asy-Syuara : 61-62).

Keajaiban kedua adalah proses terbelahnya laut ketika Nabi Musa AS melakukan eksodus tidak akan mungkin terulang. Manusia hanya bisa menjelaskannya dari sebuah simulasi computer, sebuah generalisasi berbasis asumsi yang masih merupakan pendekatan. Beberapa hasil penelitian metode numeric mereka sebaiknya dapat ditindak lanjuti dengan penelitian secara empirik, atau melalui eksperimentasi di laboratorium, kiranya mungkin menjadi rekomendasi untuk penelusuran lebih lanjut.

Komentar
  1. Nakumi berkata:

    Menakjubkan……..

Tinggalkan komentar